Jumat, 04 November 2016

Mengapa Begitu Sulit Menerima Kenyataan Bahwa Kita tak Sejalan ?

Dengan kepala sedikit berkunang-kunang, aku kembali menatap ke depan halaman rumah. Sebenarnya, aku tidak menyimpan banyak harapan, pun tidak bersikeras menyuruhmu datang. Namun, ucapanmu dalam percakapan kita di line tadi seakan memberi isyarat bahwa kamu tidak akan bertahan. Dan, dengan dada sedikit menghangat, aku menahan rasa demam yang sejak tadi sebenarnya telah menggerogoti badan.

Hingga hitungan dua puluh menit, kamu belum juga menghubungiku. Aku memilih untuk kembali membaringkan tubuhku di ranjang. Kuhapus rasa pahit di lidah dengan kopi susu yang diseduh oleh anak buahku. Sisa lelah seharian masih berada dalam tubuh dan disaat tubuh tak mampu beraktivitas lagi, tetiba aku selalu mudah merindukan sosokmu. Kamu yang memelukku tanpa menuntut banyak hal. Kamu yang memeluk tubuhku tanpa meminta embel-embel status dan kejelasan. Kamu yang menenangkanku tanpa mempermasalahkan status hubungan kita.

Aku kembali menatap ponsel dan berharap ada pesan singkatmu di sana, tapi tidak ada satupun pesan yang muncul. Hanya pesan dari beberapa rekan kerja yang pekerjaannya akan aku rampungkan beberapa hari lagi. Aku menghela napas sambil menatap langit-langit kamarku, langit-langit kamar yang selalu jadi pemandangan kesukaanku. Itulah yang selalu kauceritakan padaku, kemudian kaubercerita segalanya, tentang segala mimpi-mimpimu, tentang kebahagiaan yang telah kaurencanakan bersamaku, tentang cerita panjang kita, dan tentang akhir cerita cinta kita yang sebenarnya, kaupun tahu-- tidak akan berakhir bahagia.

Selalu kusimpan rasa sesal, setiap kali memikirkan kamu dan ketidakjelasan hubungan kita. Aku tidak paham mengapa ada perempuan sesabar dan sesetia kamu, hingga tak kaubutuhkan alasan untuk mencintaiku. Ketulusanmu yang selalu menganggapku pria sederhana itu kerap membuat aku lupa bahwa hubungan kita tidak boleh berjalan terlalu jauh. Seringkali aku tertarik terlalu dalam, hingga aku tidak sadar, segala hal  tentangmu telah membuatku tak sengaja jatuh cinta. Aku jatuh cinta pada suara merdumu, pada tawamu, pada manjamu, pada air matamu, pada caramu membuatku tertawa, pada kata-kata sarkastikmu yang selalu membuatku mudah merasa bersalah.

Kamu tidak menuntut segalanya, meskipun kamu bisa. Kamu tidak menuntut seluruh dunia, meskipun kamu sanggup. Aku tidak tahu, Sayang, mengapa kamu begitu tabah menghadapiku. Tidakkah sikapku ini hanya mampu menyakitimu? Seperti kubilang, kamu bisa menyuruhku melakukan apapun, tapi kamu selalu memperlihatkan ketabahan yang tidak aku mengerti.
Kaupantas berada di pelukan pria yang mau mengakui kehadiranmu. Kaulayak diperjuangkan oleh seorang pria, yang bukan aku. Namun, setiap kali aku mengatakan itu, sebenarnya seluruh hatiku terluka parah. Aku sungguh jatuh cinta padamu, tapi aku tidak bisa melupakan kekasihku yang telah bersamaku selama delapan tahun itu. Semua kenangan bersama kekasihku selama delapan tahun entah mengapa bisa tertutup hanya dengan perkenalan kita selama empat bulan.

Lalu, kaurela disembunyikan. Kaurela aku perlakukan semena-mena. Kaurela jatuh cinta dengan pria yang tidak selayaknya kamu cintai. Egoiskah aku jika aku ingin kamu tetap tinggal dan tidak memiliki pria lain, sementara aku belum bisa seutuhnya melupakan dia? Aku tidak ingin ada pria lain yang mampu membahagiakanmu, karena  aku ingin jadi satu-satunya pria yang bisa membahagiakanmu, meskipun kita mustahil untuk bersatu.


Untuk perempuan penyabar,
yang lebih senang menangis di tulisan,
daripada di bahuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar