Sehari setelah kamu pergi, aku merasa duniaku tidak lagi berotasi dengan
normal. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa menatap senyummu, tanpa
melihat sosokmu, tanpa membaca pesan singkatmu, dan tanpa mendengar
suaramu. Hari-hari yang aku lewati tanpamu adalah hari-hari penuh
ketakutan. Dalam hati, aku berharap kamu pulang.
Setelah lima bulan kepergianmu, aku menyadari bahwa selama ini hari-hari
yang berjalan terlihat semakin menakutkan. Aku sudah melupakan rasa
sakitnya karena merindu saat pertama kali kamu tinggalkan, tapi setiap kali mengingatmu—
perlahan air mataku jatuh tidak terkendali.
Kepergianmu yang tiba-tiba adalah kiamat kecil bagiku. Tahukah kamu
rasanya menjadi seorang perempuan yang setiap hari menatap ponselnya
hanya untuk menunggu chat-mu? Tahukah kamu rasanya jadi seseorang yang
diam-diam memperhatikan seluruh sosial mediamu hanya untuk mengobati
perih dan sakitnya rindu? Tahukah kamu betapa menderitanya jadi seorang
gadis yang hanya bisa berprasangka, hanya bisa mengira, hanya bisa
menerka bagaimana perasaanmu padaku selama ini?
Aku masih menanti, kamu akan memperlakukanku sehangat
kemarin. Dan kita tertawa, bercanda, memeluk awan, meraih bintang,
menari bahagia di permukaan bumi ini. Aku masih menunggu, hari-hari saat
kamu kembali. Dan aku bisa rasakan hangatnya pelukmu yang pernah
menjadi mimpi kecilku, bisa aku rasakan suaramu ketika kamu
berbisik di telingaku, bisa aku rasakan denyut jantungmu ketika peluk
kita begitu erat hingga sulit dilepaskan, bisa aku rasakan rapatnya jemarimu ketika
memegang jemariku, dan aku bersumpah demi apapun tidak akan
melepaskanmu.
Love and miss you more my end and my future husband.
dari wanitamu yang tak pernah lelah menunggumu pulang
Refki Putra & Rika Aprianti
14 Desember 2013
Refki Putra & Rika Aprianti
14 Desember 2013